Minggu, 28 Oktober 2018

Mengejar Kebahagiaan



Dia tersenyum, apakah sudah pasti dia bahagia?
Dia tertawa, apakah sudah pasti dia sangat sangat bahagia?
Dia terlihat murung, apakah sudah pasti dia tidak bahagia?
Dia menangis meraung, apakah sudah pasti dia sangat tidak bahagia?

Terkadang apa yang terlihat oleh mata, belum tentu sama dengan yang terjadi dalam hati. Seperti itu pula kebahagiaan. Apakah kebahagiaan dapat diukur dengan ekspresi wajah yang terlihat? Belum tentu. Bukankah ada orang yang menutupi kesedihannya dengan senyuman ataupun keceriaan?
Sampai saat ini belum ada alat ukur pasti kebahagiaan. Tidak ada ada definisi yang jelas tentang kebahagiaan. Karena jika setiap orang ditanya tentang apa yang membuatnya bahagia, maka jawabannya berbeda-beda. Seperti layaknya kebanyakan jawaban anak jurusan Psikologi, yaitu ‘tergantung’.

Orang yang kelaparan, bisa jadi sumber kebahagiaannya adalah makanan. Orang yang kekurangan harta, bisa jadi sumber kebahagiaannya adalah harta kekayaan. Orang yang sedang sakit, bisa jadi sumber kebahagiaannya adalah kesehatan. Orang yang memiliki latar belakang broken home, bisa jadi sumber kebahagiaannya adalah keluarga yang harmonis. Ya, sumber kebahagiaan setiap orang berbeda-beda.

Namun, tidak selamanya hal di atas pasti terjadi. Tidak selamanya sumber kebahagiaan berasal dari sesuatu yang kita ‘tidak punya’. Di luar sana, masih banyak orang yang kekurangan harta, kekurangan makanan, atau memiliki fisik yang tidak sempurna, tidak memiliki keluarga yang utuh, namun mereka tetap bahagia. Mereka tetap bisa tersenyum menikmati hidup. Sementara di sisi lain, ada orang yang memiliki harta berlimpah tapi tidak bahagia, ada yang diberi kesehatan tapi tidak menjaga kesehatannya dengan baik, ada yang memiliki keluarga utuh tapi tidak saling menjaga.

Lalu, apa sebenarnya kebahagiaan itu?

Dalam KBBI, kebahagiaan didefinisikan dengan kesenangan dan ketenteraman hidup (lahir batin); keberuntungan; kemujuran yang bersifat lahir batin. Dari definisi ini, kita mungkin bisa menyoroti pada kondisi lahir dan ‘batin’. Ya, sejalan dengan kondisi batin. Orang yang bahagia tidak hanya dapat diukur dengan ekspresi wajahnya yang tersenyum ataupun tertawa lebar, karena batin kita pun harus merasakan kebahagiaan tersebut. Bahagia menjadi sulit diukur karena batin kita bukanlah hal yang bisa kita observasi secara langsung.

Kebahagiaan bergantung pada ‘nilai’ apa yang kita miliki. Nilai adalah segala sesuatu yang kita anggap penting. Misalnya, jika seseorang memiliki nilai kejujuran. Ia akan bahagia jika ia bisa jujur dalam situasi apapun. Ia tidak akan bahagia jika mendapat nilai memuaskan dalam ujian, tetapi hasil dari perilaku mencontek. Namun ia bisa tetap bahagia meskipun mendapat nilai kurang bagus tetapi hal itu merupakan hasil usahanya sendiri semaksimal yang ia mampu.

Oleh karena itu, milikilah nilai yang tidak dapat diukur, tidak sekadar materi yang dapat terlihat. Terkadang kita tidak bahagia, karena kita salah membandingkan. Kita salah membandingkan diri kita dengan orang yang memiliki hal yang kita ‘tidak punya’, dan hal yang kita ‘tidak punya’ itu merupakan sesuatu yang dapat diukur dalam angka. Cobalah kita membandingkan diri kita dengan orang lain bukan dari segi harta yang ia miliki, bukan dari segi penampilan fisik yang terlihat, bukan pula dari seberapa banyak followers-nya, nah lho. Tapi bandingkan diri kita dengan orang lain dari seberapa banyak kebaikan yang telah diperbuat, seberapa banyak diri kita bermanfaat untuk lingkungan sekitar, dan seberapa baik kualitas akhlak kita.

Di luar sana masih ada orang yang kekurangan harta namun dapat melanjutkan pendidikan, masih ada orang dengan fisik tak sempurna namun tetap berprestasi, dan masih ada orang yang berasal dari keluarga tak ideal namun pada akhirnya bisa membangun keluarga strategis. Semua ini tergantung pada pilihan kita, fokus kepada apa yang kita ‘tidak punya’ dan menjadikannya penyebab ketidakbahagiaan kita, atau memilih fokus kepada apa yang kita ‘punya’ dan memaksimalkannya sehingga membuat kita lebih bersyukur?

 “Orang yang benar-benar bahagia adalah ia yang tidak mengejar kebahagiaan.”

Semoga apa yang membuat kita bahagia adalah sesuatu yang bernilai dan tak terhingga, sehingga kebahagiaan kita pun tak terhingga.

Kontrol Diri dari Dalam, Rendah Hati pada Alam

Tulisan ini akan lebih banyak bicara refleksi diri, Tentang keberadaan diri yang kadang lupa diri, Tinggal bersama alam namun kita seakan...