Rabu, 07 November 2018

Teduhkan Bumi Allah dengan Akhlakul Karimah


Tidaklah aku diutus ke semesta kecuali untuk menyempurnakan akhlak.” (HR. Ahmad)

‘Aisyah r.a. pernah ditanya tentang akhlak Rasulullah SAW., maka beliaupun menjawab, “Akhlak beliau adalah (melaksanakan seluruh yang ada dalam) Al-Qur’an.”




Salah satu contoh akhlak Al-Qur’an adalah mampu menahan marah saat emosinya bergejolak dan memaafkan kesalahan orang lain.

Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema’afkan (kesalahan) orang lain. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (Ali Imran : 133-134)

Ini dibuktikan oleh Rasulullah SAW. dan kisah beliau bersama seorang pengemis Yahudi yang buta. Pengemis tersebut selalu mengatakan di sudut pasar “Wahai saudaraku jangan dekati Muhammad, dia itu orang gila, dia itu pembohong, dia itu tukang sihir, apabila kalian mendekatinya kalian akan dipengaruhinya.”

Rasulullah SAW. selalu mendatangi pengemis tersebut setiap pagi. Namun, bukan untuk membalasnya, melainkan memberikannya makanan. Bahkan, Rasulullah SAW. selalu menyuapi sang pengemis tanpa berkata-kata. Kebiasaan tersebut berlangsung hingga Rasulullah SAW. wafat. Hingga akhirnya digantikanlah kebiasaan itu oleh Abu Bakar r.a. Sang pengemis menyadari bahwa yang menyuapinya adalah orang yang berbeda, karena Rasulullah SAW. selalu menghaluskan terlebih dahulu makanan yang akan diberikan sehingga sang pengemis lebih mudah untuk mengunyahnya.
Sang pengemis bertanya kepada Abu Bakar, “siapakah kamu?” Seraya menangis, Abu Bakar menjawab, “aku memang bukan orang yang biasa datang padamu, aku adalah salah seorang dari sahabatnya, orang mulia itu telah tiada. Ia adalah Rasulullah Muhammad SAW.” Pengemis itu pun ikut menangis seraya berkata, “Benarkah demikian? Selama ini aku selalu menghinanya, memfitnahnya, ia tidak pernah memarahiku sediktpun, ia mendatangiku dengan membawa makanan setiap pagi, ia begitu mulia.” Di hadapan Abu Bakar, akhirnya pengemis Yahudi buta tersebut bersyahadat.

MasyaAllah, luar biasanya akhlak Rasulullah SAW. Lalu, apa jadinya kita bila dihadapkan pada situasi tersebut? Barangkali kita sudah marah, tak sudi rasanya berbuat baik kepada orang yang terus-menerus menghina kita padahal orang tersebut tidak mengenal kita dengan baik, atau bahkan bisa saja kita meracuni makanan tersebut karena dendam. Tapi begitulah Rasulullah dan akhlak Al-Qur’annya yang mulia.

Islam mengatur semua aspek dalam kehidupan, termasuk bagaimana kita bersikap dan bertingkah laku. Islam mengatur bagaimana kita berakhlak kepada Allah, kepada manusia, juga kepada alam sekitar. Aturan tersebut tidak lain dimaksudkan agar manusia tetap berada dalam koridor kebaikan.
Akhlak kepada Allah dapat kita buktikan dengan mentauhidkan-Nya, hanya beribadah kepada-Nya, dan semua yang kita lakukan ikhlas karena Allah SWT. Dengan begitu, kita hanya melihat Allah dalam segala maksud dan tujuan kegiatan kita. Kita tidak akan kecewa bila manusia tidak melihat pekerjaan kita, karena hanya Allah yang dituju, hanya penilaian Allah yang kita perhatikan. Sikap seperti ini akan membuat kita memiliki mental yang kuat, tidak sombong karena pujian, tidak kecewa karena hinaan. Selalu berani selama kita berada dalam jalan kebenaran, tentunya apa yang benar menurut Islam, bukan pembenaran menurut kita sendiri.

Islam juga mengatur bagaimana kita berakhlak kepada manusia. Seperti birrul walidain (berbakti kepada orang tua), berbuat baik kepada tetangga, berlaku adil kepada siapapun, serta saling menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar. Diizinkan Allah untuk bisa memasuki surganya memang sangat membahagiakan. Tetapi lebih bahagia lagi bila kita dapat masuk ke dalam jannah-Nya secara beramai-ramai, karena saling ber-amar ma’ruf nahi munkar sewaktu di dunia. Sementara itu, jikalau ada orang lain yang berbuat tidak baik kepada kita, maka balaslah dengan kebaikan, dengan senjata akhlakul karimah.

Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia.” (Q.S. Fushilat : 34)

Akhlak kepada alam sekitar juga harus kita perhatikan. Salah satu nikmat yang Allah berikan kepada manusia adalah dengan menundukkan alam agar dapat dimanfaatkan oleh manusia. Dari mulai hewan yang diambil daging, susu, dan tenaganya, tanam-tanaman untuk makanan dan obat-obatan, serta sumber daya alam lain yang dapat dijadikan sumber energi. Maka sudah sepantasnya kita berkasih sayang kepada makhluk Allah lainnya, kepada binatang dan tanam-tanaman, serta menjaga kebersihan dan kelestarian alam. Semoga kita tidak termasuk orang-orang yang tidak disukai Allah karena berbuat kerusakan di muka bumi.

Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (Q.S. Al-Qasas : 77)

Mempraktikkan akhlak mulia sesuai ajaran Islam insyaAllah bisa mengantarkan kita pada derajat sebaik-baik manusia.

Sebaik-baik kalian adalah orang yang paling baik akhlaknya.” (HR. Bukhari 6035)
Semoga kita bisa membuat bumi Allah ini lebih nyaman untuk ditinggali dengan teduhnya akhlak mulia yang diajarkan Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW.

Referensi :
·         Mujilan, dkk. 2008. Buku Ajar Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian Agama Islam, Membangun Pribadi Muslim Moderat. Jakarta : Midada Rachma Press.
·       Rauf, A. A. A. 2011. Tarbiyah Syakhsiyah Qur’aniyah. Jakarta : Haqiena Media, Markaz Al-Qur’an.

Collaboraction sebagai Peran Multipihak dalam Upaya Perlindungan Pekerja Rumahan


PENDAHULUAN

Ketika mendengar kata ‘pekerja rumahan’, kebanyakan masyarakat mengasosiasikannya dengan pekerja rumah tangga. Hal tersebut merupakan sebuah kekeliruan karena yang dimaksud pekerja rumahan adalah seseorang yang mengerjakan sebahagian produksi perusahaan, namun dikerjakan di rumah atau tempat lain yang dipilih sendiri oleh pekerja (Ros, 2018).
Permasalahan pekerja rumahan tidak sebatas pada pemahaman terhadap termnya sendiri, namun juga terjadi pada aktivitasnya di masyarakat. Jam kerja yang dibebankan kepada pekerja rumahan sering tidak sebanding dengan upah yang dibayarkan. Jam kerja pekerja rumahan di Medan memiliki rentang 12 bahkan 15 jam per hari dengan kisaran upah Rp. 3.500,00 – Rp. 15.000,00 per hari sangat jauh dengan UMK Medan yang berada pada kisaran Rp. 100.000,00 per hari. Pekerja rumahan juga tidak mendapatkan hak-hak seperti layaknya pekerja formal lainnya, seperti jatah cuti, lembur, jaminan sosial, serta keselamatan dan kesehatan kerja.
Salah satu hal yang pekerja rumahan tidak didaftarkan pada jaminan sosial adalah tidak ada perjanjian kerja dengan pemberi kerja, sehingga antara pekerja dengan pemberi kerja tidak memiliki hubungan kerja (Aprilia, 2018). Sebsnyak 99% pekerja rumahan tidak memiliki kontrak tertulis. Data tentang nama, jumlah barang, waktu penerimaan dan penyetoran barang biasanya hanya terdapat di satu pihak, yaitu pengusaha (Cecil, 2018).
Jenis pekerjaan rumahan juga biasa dikenal sebagai pekerjaan borongan. Pekerjaan ini merambah dalam banyak komoditas, seperti batik (kain, kulit, kayu), tenun, konveksi, meubel (kayu dan rotan), kulit, tanah (gerabah, dll), makanan, monel, dll. (Swastuti, 2016). Pekerja rumahan memang banyak secara kuantitas, namun masih perlu dipertanyakan dalam hal kualitas. Upah yang diterima pekerja rumahan di Indonesia tidak sesuai dengan jam kerja yang dibebankan. Contohnya pekerjaan rumahan di Malang yang bekerja mengupas bawang hanya dihitung seharga Rp.1000,00 per kg. Dalam waktu satu hari dapat dihasilkan satu karung bawang yang berisi sekitar 60 kg yang dikerjakan oleh 3-4 orang, sehingga rata-rata per orang tidak mendapatkan upah lebih dari Rp.20.000,00 dalam sehari. Di Kalimantan Barat juga terdapat jenis pekerjaan rumahan berupa membungkus tempe yang dihargai Rp. 400,00 per satu bungkus dan mengikat sayur yang dihargai Rp. 300,00 per ikat. Ada juga pekerjaan menjahit tas perca yang hanya dihargai Rp. 2.500,00 per unit yang dapat dikerjakan dalam waktu satu jam.
Permasalahan pekerja rumahan juga tidak hanya pada jenis pekerjaan dan imbalan yang didapatkan, tetapi juga terkait dengan permasalahan kesetaraan gender. Pekerja rumahan dengan upah yang rendah didominasi oleh perempuan. Secara umum besar upah laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan, yaitu Rp. 2.115.072,00 berbanding Rp. 1.644.458,00 (KPPA, 2015). Perbedaan perlakuan dalam pemberian uoah ini disebabkan karena perempuan dianggap bukan sebagai kepala keluarga sehingga tidak mendapatkan tunjangan keluarga, walaupun ada kemungkinan bahwa dia yang harus menanggung seluruh biaya kehidupan keluarganya.
Permasalahan pekerja rumahan cukup sulit diatasi, karena dilatarbelakangi oleh keadaan yang mendesak untuk mencari sumber perekonomian. Bahkan pekerja rumahan terkadang tidak hanya terjadi pada perempuan sebagai ibu dalam rumah tangga, namun bisa juga terjadi pada anak jika memang permasalahan utama keluarga tersebut adalah kemiskinan. Hal ini perlu segera ditindaklanjuti karena jika dibiarkan terus-menerus, keluarga pada masyarakat kalangan pekerja rumahan tersebut bisa terjebak dalam lingkaran setan kemiskinan. Perlu upaya dari berbagai pihak, di antaranya pemerintah, pengusaha, warga masyarakat, dan mahasiswa.

PEMBAHASAN

Collaboraction merupakan representasi peran multipihak dalam menyelesaikan masalah pekerja rumahan. Semua pihak harus mengambil peran karena sistem yang terintegrasi dengan baik dapat menghasilkan sesuatu yang lebih berdampak daripada dilakukan secara terpisah satu sama lain. Peran strategis yang diambil dapat dibagi sesuai tanggung jawabnya dalam masyarakat, antara lain :
a.       Pemerintah
Peran yang dapat dilakukan hanya oleh pemerintah terutama adalah membuat kebijakan. Kebijakan ini berperan sebagai payung hukum agar pekerja rumahan mendapatkan perlindungan yang kuat sehingga tidak ada lagi permasalahan seperti misalnya kerugian apabila terjadi kecelakaan kerja yang ditanggung pribadi oleh pekerja rumahan, jam kerja yang tidak menentu, atau pemutusan hubungan kerja secara sepihak oleh pengusaha yang dapat terjadi kapan saja.
Sebagai anggota ILO (International Labour Organization), Indonesia seharusnya dapat meratifikasi Konvensi ILO C177 tentang Home Work. Payung hukum juga diperlukan terutama di tingkat Peraturan Kementerian agar memudahkan pembuatan peraturan daerah di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.
Progress terkait pembuatan kebijakan sebenarnya sudah dilakukan oleh Provinsi Sumatera Utara dan DI Yogyakarta, namun belum sampai pada tahap disahkan. Perlu adanya pemerataan untuk seluruh pemerintah daerah akan kesadaran pentingnya perlindungan pekerja rumahan. Pemerintah melalui Badan Pusat Statistik juga perlu melakukan pendataan dan kategorisasi terkait jenis pekerja rumahan.
Pemerintah juga dapat bekerja sama dengan perguruan tinggi di daerahnya untuk membuat naskah akademik sebagai landasan kajian pembuatan peraturan daerah tentang perlindungan pekerja rumahan. Sangat diperlukan follow up secara rutin hingga akhirnya peraturan daerah tersebut dapat disahkan.
b.      Pengusaha
Hal yang pertama harus dilakukan adalah sosialisasi tentang apa itu pekerja rumahan kepada para pengusaha karena masih banyak yang belum mengetahui definisi yang jelas dari pekerja rumahan itu sendiri. Setelah itu, perlu adanya pembuatan kontrak kerja yang menjelaskan hubungan kerja antara pengusaha dan pekerja rumahan. Kontrak kerja tersebut harus mencakup penjelasan tentang jam kerja, cuti, lembur, jaminan sosial, serta keselamatan dan kesehatan kerja. Pengusaha harus mampu menumbuhkan Perceived Organizational Support (POS), yaitu derajat kepercayaan karyawan bahwa perusahaan menilai kontribusi dan peduli terhadap kesejahteraan mereka (Robbins & Judge, 2017).
c.       Masyarakat
Kontribusi masyarakat dapat dilihat dari perannya sebagai LSM yang fokus terhadap isu pekerja rumahan, warga masyarakat secara umum, dan pekerja rumahan itu sendiri. Hal ini sudah dicontohkan oleh MAMPU kemitraan Indonesia-Australia untuk kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, bersama mitra-mitranya khususnya yang concern terhadap pekerja rumahan, seperti yayasan BITRA (Bina Keterampilan Pedesaan Indonesia), MWPRI (Mitra Wanita Pekerja Rumahan Indonesia), TURC (Trade Union Right Centre), dan YASANTI (Yayasan Anisa Swasti). Masyarakat dapat bergabung dengan mitra yang sudah ada atau menginisiasi organisasi atau komunitas yang memperhatikan masalah kesejahteraan pekerja rumahan. Tugas utama LSM ini dapat berupa melakukan pencerdasan kepada para pekerja rumahan tentang hak dan kewajiban mereka sebagai pekerja dan mengusulkan kepada pemerintah untuk segera membuat kebijakan terkait perlindungan pekerja rumahan.
Warga masyarakat secara umum juga dapat mengambil peran dengan cara melaporkan kepada pemerintah, khususnya dinas tenaga kerja jika menemukan kasus pekerja yang tergolong ke dalam pekerja rumahan ataupun yang mendapatkan upah tidak layak dari pekerjaannya. Sementara untuk pekerja rumahan itu sendiri dapat menyatukan kekuatan dengan cara berkumpul lewat organisasi ataupun komunitas dan aktif menyuarakan pendapat mereka kepada pemerintah atau pihak pengusaha yang tidak melaksanakan kewajibannya yang selayaknya.
d.      Mahasiswa
Hal yang dapat dilakukan mahasiswa misalnya melalui kajian yang dilakukan Departemen Kajian dan Aksi Strategis Badan Eksekutif Mahasiswa untuk membahas secara mendalam isu pekerja rumahan. Mahasiswa juga dapat menjadi pengontrol kebijakan yang menyuarakan aksinya pada pemerintah tentang pentingnya segera dibuat peraturan yang berisi perlindungan terhadap pekerja rumahan. Selain kajian, mahasiswa juga dapat melakukan soft movement seperti misalnya membagikan brosur tentang isu pekerja rumahan di titik-titik ramai masyarakat seperti taman kota atau alun-alun sehingga masyarakat menjadi lebih sadar adanya isu pekerja rumahan. Diskusi bersama ataupun seminar juga dapat dilakukan untuk membuka sudut pandang dari berbagai pihak, baik pemerintah, pengusaha, maupun pekerja rumahan di ranah lingkungan akademik. Hal tersebut dapat pula mendorong dihasilkannya naskah akademik dari universitas sebagai bahan pembuatan peraturan daerah.

KESIMPULAN

Penyelesaian masalah pekerja rumahan bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah atau LSM yang fokus terhadap isu tersebut. Penyelesaian masalah dapat berlangsung efektif jika semua pihak saling berkolaborasi memaksimalkan perannya, baik pemerintah, pengusaha, warga masyarakat, pekerja rumahan itu sendiri, serta mahasiswa.

Referensi :

APRILIA, S. F. (2018). JAMINAN SOSIAL BAGI PEKERJA RUMAHAN SEKTOR MIKRO (Doctoral dissertation, Universitas Airlangga).

Cecil, dkk. (2018). Siapa pekerja rumahan, mengapa kita harus peduli?. Talkshow oleh kbr.id ditayangkan pada 05 September 2018 di Malang, 56 menit 24 detik.

Pemerintah Republik Indonesia. (2015). Profil tenaga kerja perempuan. Jakarta : Deputi Bidang Perlindungan Perempuan KPPPA.

Robbins, P. R. & Judge, T. A. (2017). Organizational Behavior 17th ed. England : Pearson.

Ros, dkk. (2018). Perlindungan hukum dan dukungan multipihak bagi pekerja rumahan. Talkshow oleh kbr.id ditayangkan pada 03 Oktober 2018 di Medan, 41 menit 42 detik.

Sriyati, dkk. (2018). Pengorganisasian dan pemberdayaan kelompok pekerja rumahan. Talkshow oleh kbr.id ditayangkan pada 19 September 2018 di Yogyakarta, 57 menit 29 detik.

Swastuti, E. (2016). Peran Serta Perempuan Dalam Pengelolaan Usaha Dagang Kecil Dan Menengah (UDKM) Di Jawa Tengah. Media Ekonomi dan Manajemen, 27(1).

Kontrol Diri dari Dalam, Rendah Hati pada Alam

Tulisan ini akan lebih banyak bicara refleksi diri, Tentang keberadaan diri yang kadang lupa diri, Tinggal bersama alam namun kita seakan...